Okay, untuk pertama kalinya 4RakaRiwa
ngepost disini. Sekarang, saya, Rafi, akan mengepost sebuah cerpen yang dibuat
oleh kakak saya. Saya hanya menemukan cerpen ini di laptop, dari pada nganggur
mendingan saya post saja.. Hehehe… Semoga kalian suka…
Pelangi Yang Telah Hilang
Oleh : Alya Demara Ashila
Angin semilir datang menghapus segala
rasa tak enak dihati.Segala rasa yang kurasa telah ikut memecah keadaan hati
yang saat ini sedang bertarung. Namun, alunan melodi dari piano telah sedikit
menenangkan hati yang tak pernah berhenti memberontak.
Rindu…..
Satu kata yang tak pernah terucap, satu kata yang hanya bisa diam termenung
dalam hati, menyiksa hati, menyiksa batin. Rindu….. seakan memberontak ingin
segera keluar dari hati yang cukup gelap untuk ditempati, untuk mencari tempat
yang cukup terang untuk ditempati. Rindu…. Satu kata yang cukup membuat batinku
tersiksa selama ini. Beginikah rasanya merindu? Ya, rindu yang tak pernah
tersampaikan sampai akhirnya…..dia pergi.
Ashila
Nadya, begitulah mereka mengenalku. Banyak orang yang mengenalku berkata bahwa
aku adalah sesosok wanita yang baik hati dalam artian selalu ada waktu disaat
orang lain mengacuhkan mereka yang kesusahan. Mereka juga berkata bahwa aku adalah
wanita yang cukup kuat. Ya, cukup kuat menahan rasa sakit hati, kesedihan,
terutama sabar menahan rasa rindu pada seseorang.
Aku memiliki satu orang sahabat dekat,
sebut saja dia Nadia. Aku dan Nadia sangatlah dekat. Kami sudah bersahabat
sejak duduk di bangku SD. Saat SMP, aku dan Nadia bersekolah disekolah yang
berbeda, tetapi itu tidak membuat kami berjauhan dan bermusuhan. Kami selalu
bermain bersama, belajar bersama, dan melakukan hal yang sama bersama-sama.
Kebiasaan yang selalu kami lakukan adalah bermain piano. Setiap sore, aku dan
Nadia selalu belajar memainkan piano. Kami mempelajarinya bersama dengan
melihat cara bermain piano dengan benar lewat Youtube.
Sekarang, aku sudah mengganti seragam
putih biruku dengan seragam putih abu-abu, yang menandakan bahwa aku adalah
siswa SMA. Tahun ajaran baru di sekolah yang baru sangat menyenangkan bagiku
apalagi Nadia dan aku berada disekolah yang sama dan satu kelas. Tentu saja aku
menyukai tahun pertama SMAku.
Hari ini adalah hari Senin. Hari itu
adalah upacara bendera yang kesekian diSMA. Pagi itu, aku bangun kesiangan.
Ditambah lagi seragamku ternyata belum ku siapkan sama sekali. Bodohnya aku,
kenapa tidak ku persiapkan sejak semalam? Akhirnya, aku bergegas mengambil
handuk dan berlari ke kamar mandi. Setelah mandi, aku memakai seragamku yang
belum ku setrika sama sekali. Aku pun bergegas untuk pergi ke sekolah karena
waktu sudah menunjukkan pukul 06.40 yang artinya aku sudah hampir terlambat.
Dan benar saja, gerbang sekolah sudah tertutup saat aku sampai disana. Upacara
bendera sudah dimulai. Aku pun meminta tolong pak satpam untuk membuka
gerbangnya, tapi tidak diperbolehkan. Akhirnya, aku hanya menunggu diluar
gerbang.
Waktu menunjukkan pukul 07.40 saat
upacara bendera selesai., Pak satpam pun membuka gerbang.
“Makanya, neng. Jangan telat masuk
sekolah”, kata pak satpam.
“Ah, si bapak cerewet pisan euy. Saya maunya juga enggak
telat. Yaudah atuh, pak. Saya masuk
dulu ya?”, kataku sambil berlari menuju kelas.
Pak satpam pun hanya bisa geleng-geleng
kepala melihat tingkahku. Aku berlari menuju kelas. Sesampainya didepan kelas,
aku melihat sudah ada guru didalam. Akhirnya, aku mengetuk pintu lalu membuka
pintunya.
“Asalamualaikum. Selamat pagi, pak.
Maaf saya terlambat masuk kelas”, ujarku.
“Iya tidak apa-apa. Tapi tolong
sekarang kamu ke ruang TU untuk meminta surat ijin masuk kelas ya?”, kata pak
guru.
Akhirnya aku keluar kelas dan berlari
menuju ruang TU. Setelah mendapatkan surat ijin masuk kelas, aku pun masuk
kelas dan mulai mengikuti pelajaran. Baru saja aku duduk dibangkuku, di mejaku
sudah ada sebuah tulisan yang intinya mengejekku karena telat masuk sekolah.
Ya, dan aku tau itu siapa, Nadia. Saat jam istirahat, aku menghampiri Nadia.
“Wah, parah kamu. Temennya telat malah
dikasih beginian”, ujarku.
“Hahaha…Maaf deh maaf. Lagian kamu pake
acara telat segala. Emangnya kenapa kok bisa telat?”, tanya Nadia.
“Iya, nih. Tadi pagi telat bangun
soalnya. Mama juga enggak bangunin aku lagi”, jawabku.
“Mama kamu itu enggak salah. Kamu ‘tuh
yang salah. Udah gede masih minta dibangunin? Mandiri dong, Shil”, kata Nadia.
Ya, sahabatku ini memang paling
perhatian, baik, selalu menasehati kalau aku salah, dan selalu buat aku jadi
pribadi yang lebih baik. Dan sikapnya yang seperti itulah yang membuat aku sangat
senang bisa memiliki sahabat sepertinya. Namun, persahabatan kami tidak semulus
yang dibayangkan.
Persahabatanku dengan Nadia menghadapi
sebuah masalah. Dan masalah itu membuat hubungan persahabatan kami menjadi
renggang. Aku benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi. Tiba-tiba saja
Nadia menjauhi aku dan seperti tidak mau mengenal aku lagi. Sikapnya dingin,
tatapannya tak sehangat dulu, dia cuek dengan keberadaanku. Kebiasaan yang dari
dulu selalu kita lakukan bersama, sekarang tak ada lagi. Aku berusaha mendekati
Nadia dan bertanya kenapa dia bersikap seperti itu. Tetapi, Nadia tidak pernah
mau menjawab dan hanya menjauhi aku. Aku merasa sedih dengan hal itu. Akhirnya,
aku membiarkan Nadia seperti itu. Dan aku sama sekali tidak mau meminta maaf
karena aku tidak tahu apa salahku. Lama kelamaan, aku merasa kesal dengan sikap
Nadia yang seperti itu. Aku benar-benar sudah tidak mengenal Nadia yang dulu.
Nadia, sahabatku yang baik, pengertian, perhatian itu sudah berubah menjadi
musuh yang tidak aku ketahui apa sebabnya. Sikapnya yang baik berubah menjadi
sekeras batu, perhatiannya yang hangat berubah menjadi sedingin es. Dan kali
ini, aku pasrah dengan hubungan persahabatanku yang telah berubah menjadi
permusuhan. Pelangi yang dulu selalu hadir setelah hujan, kini tiada pernah
menampakkan dirinya lagi.
0 komentar:
Posting Komentar