Rabu, 06 Januari 2016

CERPEN : Pelangi Yang Telah Hilang

Standard
Okay, untuk pertama kalinya 4RakaRiwa ngepost disini. Sekarang, saya, Rafi, akan mengepost sebuah cerpen yang dibuat oleh kakak saya. Saya hanya menemukan cerpen ini di laptop, dari pada nganggur mendingan saya post saja.. Hehehe… Semoga kalian suka…
Pelangi Yang Telah Hilang
Oleh : Alya Demara Ashila
Angin semilir datang menghapus segala rasa tak enak dihati.Segala rasa yang kurasa telah ikut memecah keadaan hati yang saat ini sedang bertarung. Namun, alunan melodi dari piano telah sedikit menenangkan hati yang tak pernah berhenti memberontak.
            Rindu….. Satu kata yang tak pernah terucap, satu kata yang hanya bisa diam termenung dalam hati, menyiksa hati, menyiksa batin. Rindu….. seakan memberontak ingin segera keluar dari hati yang cukup gelap untuk ditempati, untuk mencari tempat yang cukup terang untuk ditempati. Rindu…. Satu kata yang cukup membuat batinku tersiksa selama ini. Beginikah rasanya merindu? Ya, rindu yang tak pernah tersampaikan sampai akhirnya…..dia pergi.
            Ashila Nadya, begitulah mereka mengenalku. Banyak orang yang mengenalku berkata bahwa aku adalah sesosok wanita yang baik hati dalam artian selalu ada waktu disaat orang lain mengacuhkan mereka yang kesusahan. Mereka juga berkata bahwa aku adalah wanita yang cukup kuat. Ya, cukup kuat menahan rasa sakit hati, kesedihan, terutama sabar menahan rasa rindu pada seseorang.
Aku memiliki satu orang sahabat dekat, sebut saja dia Nadia. Aku dan Nadia sangatlah dekat. Kami sudah bersahabat sejak duduk di bangku SD. Saat SMP, aku dan Nadia bersekolah disekolah yang berbeda, tetapi itu tidak membuat kami berjauhan dan bermusuhan. Kami selalu bermain bersama, belajar bersama, dan melakukan hal yang sama bersama-sama. Kebiasaan yang selalu kami lakukan adalah bermain piano. Setiap sore, aku dan Nadia selalu belajar memainkan piano. Kami mempelajarinya bersama dengan melihat cara bermain piano dengan benar lewat Youtube.
Sekarang, aku sudah mengganti seragam putih biruku dengan seragam putih abu-abu, yang menandakan bahwa aku adalah siswa SMA. Tahun ajaran baru di sekolah yang baru sangat menyenangkan bagiku apalagi Nadia dan aku berada disekolah yang sama dan satu kelas. Tentu saja aku menyukai tahun pertama SMAku.
Hari ini adalah hari Senin. Hari itu adalah upacara bendera yang kesekian diSMA. Pagi itu, aku bangun kesiangan. Ditambah lagi seragamku ternyata belum ku siapkan sama sekali. Bodohnya aku, kenapa tidak ku persiapkan sejak semalam? Akhirnya, aku bergegas mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi. Setelah mandi, aku memakai seragamku yang belum ku setrika sama sekali. Aku pun bergegas untuk pergi ke sekolah karena waktu sudah menunjukkan pukul 06.40 yang artinya aku sudah hampir terlambat. Dan benar saja, gerbang sekolah sudah tertutup saat aku sampai disana. Upacara bendera sudah dimulai. Aku pun meminta tolong pak satpam untuk membuka gerbangnya, tapi tidak diperbolehkan. Akhirnya, aku hanya menunggu diluar gerbang.
Waktu menunjukkan pukul 07.40 saat upacara bendera selesai., Pak satpam pun membuka gerbang.
“Makanya, neng. Jangan telat masuk sekolah”, kata pak satpam.
“Ah, si bapak cerewet pisan euy. Saya maunya juga enggak telat. Yaudah atuh, pak. Saya masuk dulu ya?”, kataku sambil berlari menuju kelas.
Pak satpam pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahku. Aku berlari menuju kelas. Sesampainya didepan kelas, aku melihat sudah ada guru didalam. Akhirnya, aku mengetuk pintu lalu membuka pintunya.
“Asalamualaikum. Selamat pagi, pak. Maaf saya terlambat masuk kelas”, ujarku.
“Iya tidak apa-apa. Tapi tolong sekarang kamu ke ruang TU untuk meminta surat ijin masuk kelas ya?”, kata pak guru.
Akhirnya aku keluar kelas dan berlari menuju ruang TU. Setelah mendapatkan surat ijin masuk kelas, aku pun masuk kelas dan mulai mengikuti pelajaran. Baru saja aku duduk dibangkuku, di mejaku sudah ada sebuah tulisan yang intinya mengejekku karena telat masuk sekolah. Ya, dan aku tau itu siapa, Nadia. Saat jam istirahat, aku menghampiri Nadia.
“Wah, parah kamu. Temennya telat malah dikasih beginian”, ujarku.
“Hahaha…Maaf deh maaf. Lagian kamu pake acara telat segala. Emangnya kenapa kok bisa telat?”, tanya Nadia.
“Iya, nih. Tadi pagi telat bangun soalnya. Mama juga enggak bangunin aku lagi”, jawabku.
“Mama kamu itu enggak salah. Kamu ‘tuh yang salah. Udah gede masih minta dibangunin? Mandiri dong, Shil”, kata Nadia.
Ya, sahabatku ini memang paling perhatian, baik, selalu menasehati kalau aku salah, dan selalu buat aku jadi pribadi yang lebih baik. Dan sikapnya yang seperti itulah yang membuat aku sangat senang bisa memiliki sahabat sepertinya. Namun, persahabatan kami tidak semulus yang dibayangkan.
Persahabatanku dengan Nadia menghadapi sebuah masalah. Dan masalah itu membuat hubungan persahabatan kami menjadi renggang. Aku benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi. Tiba-tiba saja Nadia menjauhi aku dan seperti tidak mau mengenal aku lagi. Sikapnya dingin, tatapannya tak sehangat dulu, dia cuek dengan keberadaanku. Kebiasaan yang dari dulu selalu kita lakukan bersama, sekarang tak ada lagi. Aku berusaha mendekati Nadia dan bertanya kenapa dia bersikap seperti itu. Tetapi, Nadia tidak pernah mau menjawab dan hanya menjauhi aku. Aku merasa sedih dengan hal itu. Akhirnya, aku membiarkan Nadia seperti itu. Dan aku sama sekali tidak mau meminta maaf karena aku tidak tahu apa salahku. Lama kelamaan, aku merasa kesal dengan sikap Nadia yang seperti itu. Aku benar-benar sudah tidak mengenal Nadia yang dulu. Nadia, sahabatku yang baik, pengertian, perhatian itu sudah berubah menjadi musuh yang tidak aku ketahui apa sebabnya. Sikapnya yang baik berubah menjadi sekeras batu, perhatiannya yang hangat berubah menjadi sedingin es. Dan kali ini, aku pasrah dengan hubungan persahabatanku yang telah berubah menjadi permusuhan. Pelangi yang dulu selalu hadir setelah hujan, kini tiada pernah menampakkan dirinya lagi.


0 komentar:

Posting Komentar